Kamis, 08 Maret 2012

peran pemerintah dalam perkembangan sistem keuangan syariah


PERAN PEMERINTAH DALAM PERKEMBANGAN SISTEM KEUANGAN SYARIAH


DI SUSUN OLEH:
BAYU CANDRA IRAWAN
ESTI OKTAVIA
HILDA ROYANI
METI KARLINA
NUR IMROATUS SOLIKHAH
YUNITA MULYA NINGSIH


INSTITUT MANAJEMEM KOPERASI INDONESIA  (IKOPIN)
2010/2011



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia- Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Karena tanpa kekuatan dan keridhaan- Nya penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita, Rasulullah muhamad SAW Serta kepada keluarga, sahabat, dan kita semua sebagai umat-Nya yang hidup di akhir zaman.
Makalah ini ditujukan sebagai tugas kelompok mata kuliah Prinsip Ekonomi Islam. Penulis akan membahas materi Lembaga Keuangan Syariah. Mungkin pada awalnya penulis tidak begitu mengerti tentang Lembaga Keuangan Syariah. Tetapi setelah mengetahui penulis sadar bahwa isi makalah ini menjadi sangat penting mengingat perkembangan yang pesat pada lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sehingga kita bisa menjadi individu yang siap bersaing di era perkembangan ekonomi.
Dalam pembuatan makalah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak – banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu –baik secara langsung maupun tidak- dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena penulis masih dalam tahap belajar, sehingga apabila terdapat kesalahan mohon dimaafkan dan diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sebagai bahan pembelajaran bagi penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Selamat menikmati.
Jatinangor, 15 september 2011
Hormat Kami

Penulis







BAB I
PENDAHULUAN
1.  TUJUAN
a.    mengetahui sejauh mana pemerintah berperan dalam perkembangan sistem ekonomi syariah.
b.    Mengetahui perkembangan sistem keuangan di Indonesia.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Peran Pemerintah Dalam Menetapkan Norma dan Ahlak Dalam Ekonomi Islam
A.   mengawasi dan meningkatkan kualitas ekonomi
Tugas negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma-norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari adalah tugas negara membuat satu badan khusus yang bertugas mengawasi dan meningkatkan kualitas ekonomi, Mengadili orang yang melanggar, dan menegur orang yang lalai. Negara bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap individu dan mencegah mereka dari segala perbuatan haram, khususnya dosa-dosa besar.
Allah SWT mensifati orang-orang beriman yang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi dengan firmannya pada Q.S. Al-hajj : 41 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar”.
Yang dimaksud dengan diteguhkan di bumi adalah bagi orang-orang yang beriman yaitu kekuasaan di tangan mereka. Pengaruh dari keteguhan tampak pada di tegakkannya hak allah yang paling menonjol, shalat, terpeliharanya hak manusia terutama bagi fakir miskin yaitu hak mereka dalam bagian dari zakat, tersebarnya kebaikan dan kebenaran dan ditenangnya kebatilan dan kerusakan. Dan inilah APA yang disebut amal ma’ruf nahi mungkar. Tampaklah bahwa peran negara di lapangan ekonomi mantap dan kokoh dalam menjaga norma dan kewajiban, yaitu dalam semua bidang tanpa kecuali : produksi, konsumsi, distribusi dan transaksi.



B.   Peran Negara Dalam Masalah Zakat dan Riba
Zakat adalah kewajiban keuangan diperoleh dari orang yang mampu untuk diberikan kepada kaum fakir miskin. Yang melaksanakan ini semua adalah pemerintah atau penguasa negeri melalui petugas-petugas dan lebih populer disebut al-amilina alaiha (amil zakat). Orang-orang inilah yang mengurus zakat, mulai dari pendapatan, pemungutan, penyimapanan, dan pembagiannya. Nabi telah mengutus amil zakat keseluruh negeri dan kabilah di semenanjung arab. Mereka diitugaskan mengambil zakat terutama hewan bagi yang  memiliki batas nisab.
Untuk berhasilnya pengumpulan zakat diperlukan 3 pengawasan yaitu           :
1.    Keamanan seorang Muslim dan kesadaran keagamannya, yang mendorongnya untuk melaksanakan kewajibanya, karena menampakkan redo Allah, menghirup pahala nya, dan takut akan siksa nya.
2.    Hati nurani masyarakat yang terwujud dalam opini masyarakat yang disalurkan oleh amal ma’ruf nahi mungkar dengan berperan dalam kebenaran dan kesadaran.
3.    Dilakukan oleh pemerintah yang berwenang mengambil Zakat. Terhadap mereka yang menolak mengeluarkan zakat, maka pemerintah di perbolehkan menggunakan tindakan paksaan, menyita harta bendanya dan pemerintah dapat memerangi kaum yang menolak membayar zakat.
Negara sebagaimana bertanggung jawab atas penerapan zakat bertanggung jawab pula menerapkan larangan riba. Q.S. al-baqarah ; 278-279 yang artinya “hai orang-orang yang beriman, bertawakallah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan rasulnya akan memerangimu”.
Perang yang dianjurkan pada ayat ini bukan saja dianjurkan oleh Allah tetapi juga oleh rasulnya pada waktu khutbah wada’, nabi menyampaikan pesan tentang bahaya riba. Beliau berkata, “ ketahuilah, sesungguhnya riba jahiliyah telah dihapuskan dan pertama kali riba yang dihapuskan adalah riba pamanku abbas”.
C.   Pengawasan Terhadap Pasar
Nabi SAW. Seringkali mengunjungi pasar. Kadang-kadang beliau memberi nasihat, kadang-kadang memberi teguran atau pendidikan. Tidak sampai disitu saja, nabi juga menempatkan said bin said ibnul aasha dipasar mekkah  sebagai kepala pasar.

D.   Negara adalah badan pembimbing dan pendidik
Negara bukanlah cambuk yang menakutkan dan menyeramkan. Negara adalah badan bimbingan dan pendidikan, disamping badan politik, administrasi, dan penegak undang-undang. Nabi adalah seorang Dai, guru, panglima perang, dan juga kepala negara.
Dalam sebuah hadis Mutafakalaihi, nabi mengutus Mu’adz Bin Jabal. Keyaman dan para ulama berselisih pendapat, apakah mu’adz diutus sebagai Gubernur, hakim atau pengajar dan Dai ? yang benar, ia merangkap semua Jabatan itu. Mu’adz Sewaktu-waktu bertindak sebagi kepala daerah, hakim dan pada lain waktu sebagai pengajar dan Dai.
Umar Ibnul Khatab pernah melarang orang makan daging secara berlebihan, kadang kala melarang orang menyembelih hewan pada hari-hari tertentu. Semua itu diawasi sendiri oleh Umar. Walaupun demikian, ia tetap berperan sebagai seorang pendidik dan pengajar bagi rakyatnya.
“Apakah salah seorang dari kamu mau mengikat tali perutnya demi untuk (diberikan makanannya) kepada saudara atau anak pamannya ? apakah setiap kali kamu menginginkan sesuatu segera kau membelinya ?” Kata Umar. Hal ini dikemukakannya sebagai pendidik.




E.   Larangan terhadap monopoli
Menurut Ibnu Taymiyah, penetapan harga diperlukan untuk mencegah manusia menjual makanan dan barang lain hanya kepada kelompok tertentu dengan harga ditetapkan sesuka hati.
Ini merupakan kezaliman dimuka bumi. Demi tercapainya kemaslahatan wajib diterapkan penetapan harga. “Sesungguhnya kemaslahatan manusia belum sempurna kecuali dengan penetapan harga. Yang demikian itu perlu dan wajib diterapkan secara adil dan bijaksana.” Kata ibnu taymiyah.
Dengan demikian maka pemerintah, masyarakat, dan individu berperan aktif untuk menerapkan, dan etika dalam ekonomi islam. Caranya adalah dengan menanamkan moral dan etika dalam masyarakat. Semua pihak bertanggung jawab untuk meningkatkan produksi,  membimbing konsumen, memelihara sirkulasi, serta mendistribusikan barang dengan adil.

2.2 Perkembangan Lembaga keuangan syariah
Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah, Multi Level Marketing Syariah, dsb.
Perkembangan perbankan menurut data Bank Indonesia mengalami kemajuan.
Sebelum tahun 1999, jumlah bank syariah sangat terbatas di mana hanya ada satu bank syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia dengan beberapa kantor cabang. Dan kini ada 16 bank syariah dengan jumlah pelayanan kantor bank syariah sebanyak 611.
Demikian pula lembaga asuransi syariah, perkembangannya di Indonesia merupakan yang paling cepat di dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang memiliki 34 lembaga asuransi syariah, Dan hanya Indonesia yang memiliki 3 lembaga reasuransi syariah. Jumlah BMT juga telah melebihi dari 3.800 buah yang tersebar di seluruh Indonesia.
 Ada lima faktor yang memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia(Tim BEINEWS (2004)
1.    Market yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi, bank syariah tidak hanya di khususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat nasabah nonmuslim).
2.    Sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter)
3.    Return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank syariah lebih besar daripada bunga deposito bank konvesional (ditambah lagi belakangan ini, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga menurun
4.    Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prisip sewa (ijarah).
5.    Prinsip laba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).

2.2.1       BANK SYARIAH
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
a.     Prinsip perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya.Di dalam perbankan syari'ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari'ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits.
b.     Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

1.    Jasa untuk peminjam dana
  • Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
  • Murabahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. (asuransi islam)
2.   Jasa untuk penyimpan dana
  • Wadiah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu

3.    Nama-nama Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1.     Bank BNI Syariah                                        9. CIMB Niaga Syariah
2.     Bank BRI Syariah                                        10. OCBC NISP Syariah
3.     Bank Maybank Syariah Indonesia             11. Bank Danamon Syariah
4.     Bank Mega Syariah Indonesia                  12. Bank Riau Kepri Syariah
5.     Bank Muamalat Indonesia                          13. BCA Syariah
6.     Bank Syariah Bukopin                                14. Bank BJB Syariah
7.     Bank Syariah Mandiri                                 15. Bank Permata Syariah
8.     Bank Victoria Syariah                                 16. Pan Indonesia Bank Syariah
2.2.2 PASAR MODAL SYARIAH
A.  Sejarah Pasar Modal Syariah
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
B.  Pengenalan Produk Syariah di Pasar Modal
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
  1. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
  2. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
      • perjudian dan permainan yang tergolong judi;
      • perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
      • perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
      • bank berbasis bunga;
      • perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
      • jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian(gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
      • memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
      • melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
    2. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
    3. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
  1. aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
  2. nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
  3. jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
  4. aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau
  5. kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.

Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
  1. Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
  2. Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
  3. Sertifikat salam.
  4. Sertifikat istishna.
  5. Sertifikat murabahah.
  6. Sertifikat musyarakah.
  7. Sertifikat muzara’a.
  8. Sertifikat musaqa.
  9. Sertifikat mugharasa.

3. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
  • Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
    Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya.
  • Risiko Likuiditas
    Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect.
  • Risiko Wanprestasi
    Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
  • Risiko politik dan ekonomi
    Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.



BAB III
KESIMPULAN
Dari Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.   sistem ekonomi syariah sangat dipengaruhi oleh pemerintah.
2.   Perkembangan lembaga keuangan yang berbasis syariah berkembang baik di negara Indonesia.












Daftar Pustaka
Hamidi, Lutfi, ”jejak-jejak ekonomi syariah”,jakarta:2003,senayan abadi publishing
Bapepam.com
Bei.com
Wikipedia.com